KARYA ILMIAH
-- KATEKISASI PENEGUHAN NIKAH --
Sekolah Tinggi Bethel Medan, Jl.
Tanjung Anom, Desa. Durin Jangak, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang, Sumatra
Utara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yesus Kristus karena Berkat dan KaruniaNya kami bisa menyusun makalah
berjudul “Katekisasi Peneguhan Nikah” ini dengan tepat waktu, guna memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Katekisasi, Program Studi Pendidikan Agama Kristen,
STT BETHEL MEDAN.
Dalam pembuatan karya ilmiah ini,
kami mendapat beberapa hambatan dan tantangan namun dengan dukungan dari
berbagai pihak, tantangan tersebut dapat teratasi. Olehnya itu, tim penyusun
mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Untuk itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuannya, utamanya kepada yang terhormat
Dosen Pengampu, Ibu. Renny Maria M.Pd. K dan rekan – rekan kelompok penyusun
makalah ini. Semoga kontribusinya mendapat balasan dari Tuhan Yesus Kristus.
Tim penyusun sadar bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan baik segi penyusunan maupun isinya. Kritik dan saran
dari pembaca sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata, harapan kami makalah ini bisa
memberikan manfaat untuk pembaca dan kita sekalian.
KATEKISASI PENEGUHAN NIKAH
BAB 1
PENDAHULUAN
Katekisasi memiliki eksistensi yang sangat penting dalam
pengajaran Kekristenan. Katekisasi adalah jalan yang mengantar kita kepada
pintu gereja. Katekisasi adalah usaha dan upaya yang dilakukan gereja
untuk menyampaikan pendidikan iman Kristen bagi anggota gereja ataupun jemaat.
Penyampaian setiap teori katekisasi terstruktur dengan baik mulai dari awal
hingga akhir. Selama kita hidup, proses katekisasi tetap berlangsung.
Untuk melakukan katekisasai, maka
diperlukan subjek yang bertindak. Yakni para gembala, penggiat rohani, guru
PAK, para misi, dan lain-lain. Merekalah yang menjadi penunggu pintu itu. Tugas
itu merupakan tangung jawab yang berat, karena merekalah yang harus menentukan
siapa boleh diterima dan siapa belum.
Katekisasi berperan dalam semua dogma,
ajaran, sakramen Kristen. Katekisasi bertugas untuk memberikan penalaran,
pengetahuan mengenai ketiga itu agar katekumen
memahami isi dan maknanya.
Termasuk yang akan kita bahas ini.
Manusia manapun memerlukan pemahaman yang benar mengenai pernikahan –segala
yang berhubungan dengan pernikahan- supaya tidak terjadi kekeliruan. Pada
akhirnya, tujuan dilaksanakan katekisasi adalah untuk mengubah pola pikir
manusia itu mengenai suatu ajaran, untuk mengalami perubahan hidup yang
merupakan tujuan besar katekisasi.
Konseling
persiapan pernikahan bertujuan untuk mempersiapkan dan menolong individu,
pasangan-pasangan, bahkan kadang-kadang anggota keluarga yang lain untuk
menciptakan suasana pernikahan yang bahagia. Seperti halnya dengan pencegahan
penyakit yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit dan menjaga kesehatan
tubuh, demikian juga dengan bimbingan persiapan pernikahan. Bimbingan persiapan
pernikahan diharapkan dapat mencegah timbulnya kesulitan dalam pernikahan dan
kehidupan rumah tangga, disamping tentunya untuk menolong membangun hubungan
pernikahan yang sehat dan memuaskan.
1.
Apakah itu pernikahan
2.
Apa saja yang terkandung dalam pernikahan
3.
Cara megatasi setiap masalah yang ada
1. Untuk mengerti hakikat pernikahan
2. Untuk mengerti isi yang terkandung dalam pernikahan
3. Untuk mengerti mengatasi masalah yang ada
BAB II
PEMBAHASAN
Arti nikah Kristen bukanlah sesuatu
yang dapat dihapalkan atau yang dapay diindoktrinsaikan kepada anggota jemaat. Arti
nikah Kristen itu tidak sama bagi setiap manusia dan arti nikah ada banyak
seginya.
Dalam perkawinan ada dua
kebahagiaan. Pertama, manusia menghayati
kebahagiaan seksualitasnya dan elalui itu juga ia mendapat dan menerima suatu
kepuasan yang dalam. Lihatlah seluruh Kidung Agung. Segi kedua adalah, bahw di
dalam perkawinan, manusia mendapat kemungkinan untuk membentuk, secara
bertanggungjawab, suatu kelauarga. Ada kemungkinan untuk menerima anak-anak,
yang boleh dididik dan dibimbing kepada kedewasaan.
Pernikahan itu sifatnya eksklusif.
Khusus dan tidak bisa diduakalikan. Terjadi antara seorang pria dan wanita.
Merupakan komitmen diantara dua insan. Lelaki dan perempuan dalam hal seksual
yang bertimbal balik, dan membangun keluarga yang baik. Mereka sudah menjadi
sebuah lembaga kecil yang tidak harusnya terpisan dan sudah ditetapkan Tuhan.
2.1 Menurut
ALKITAB
Pernikahan hanya terjadi kepada satu pria dan satu wanita.
Tidak lebih dan tidak menentang hokum gender. Artinya, hanya kedua gender yang
berbeda itu yang berhak menjadi pasangan suami-istri. Dan itulah yang
alkitabiah.
Siapa lagi yang tidak tau ayat ini” (Kej 1:27-28). Sungguh,
hanya pria dan wanita yang sejak semula diciptakan unutk menajdi satu daging
dan hanya mereka yang diperintahkan untuk “beranak cucu dan bertambah banyak”.
Reproduksi alamiah hanya mungkin terjadi melalui kesatuan pria dan wanita.
Menurut Alkitab, Tuhan membentuk manusia dari debu tanah (Kej 2:7). Kemudian
dari rusuk yang diambil Tuhan dari manusia itu, dijadikanlah seorang perempuan
(ayat 22). Tuhan menambahkan, “Sebab seorang laki-laki akan meninggalkan
ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu
daging”
Di dalam pernikahan, ketentuan perkawinan sudah dituliskan (1
Kor 6:16, Kej 1:28). Yang patut terjadi adalah kesatuan seksual antara pria dan
wanita.
1 Kor 7:2-4 “tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah
setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai
suaminya sendiri. Hendaklah suami memenuhi kewajiban terhadap istrinya,
demikian pula isteri terhadap suaminya.”
Bukan hanya itu. Selai bicara
mengeni Seksualitas, pernikahan merupakan aktualisasi dari persahabatan. Dalam
pernikahan, harus terjalin tali persahabatan yang baik. Saling mengasihi,
mencintai, dekat atau akrab. Senang dan susag dijalani bersama tanpa membela
diri adalah bukti nyata kasih dalam pernikahan. Problematika keluarga adalah
bumbu penguat untuk mengeratkan tali cinta.
2.2 ISI PERNIKAHAN
2.2.1 Kesulitan-kesulitan dalam
Pernikahan
Dalam
membahas katekisasi pernikahan perlu diajarkan mengenai masalah atau
kesulitan-kesulitan dalam pernikahan sert memberikan beberapa solusi
menghadapi. Sebab Konseling persiapan pernikahan bertujuan untuk mempersiapkan
dan menolong individu, pasangan-pasangan, bahkan kadang-kadang anggota keluarga
yang lain untuk menciptakan suasana pernikahan yang bahagia. Seperti halnya
dengan pencegahan penyakit yang dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit dan
menjaga kesehatan tubuh, demikian juga dengan bimbingan persiapan pernikahan.
Bimbingan persiapan pernikahan diharapkan dapat mencegah timbulnya kesulitan
dalam pernikahan dan kehidupan rumah tangga, disamping tentunya untuk menolong
membangun hubungan pernikahan yang sehat dan memuaskan.
Ada
beberapa keputusan atau alasan seseorang untuk menikah. Diantaranya adalah:
a) Pria dan wanita
sudah saling mengikatkan diri satu sama lain, sudah dalam pimpinan Tuhan,
kebutuhan seksual dan kebutuhan untuk bersatu;
b) keadaan yang
sama. Pernikahan biasanya lebih sukses bila pasangan itu mempunyai cita-cita
dan standar (nilai) yang hampir sama, latar belakang dan tingkat kehidupan
sosial-ekonomi, adat istiadat, pendidikan, dan iman yang sama. Namun bukan
berarti pernikahan seperti ini tidak akan ditimpa masalah;
c) usia. Sudah
biasa kalau ada kebudayaan enentukan usia ideal untuk menikah. Hal itu juga
yang sering mendesak keinginan seseorang untuk menikah
Namun jangan salah. Ada juga yang ingin menikah
dengan alasan yang tidak baik. Seperti menikah karena tekanan sosial, dendam
terhadap orangtua ataupun mamntan kekasih, karena kesepian, malu dibiang tidak
laku sehingga dia menikah dengan unsur paksaan dan tidak terjalin tali kasih
antara suami istri, hanya ingin memuaskan kebutuhan sexual.
Maka
untuk melanjutkan kepada pernikahan, calon pasangan harus memahami beberapa hal
penting. Yakni
1.
Memahami dan mampu menghadapi tekanan-tekanan dalam
pernikahan
Dua orang dengan
latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentunya menghadapi banyak hal yang
harus disesuaikan. Jikalau tekanan-tekanan dalam kehidupan pernikahan sudah
dipersiapkan untuk sama-sama dihadapi, tentu penyesuaian diri akan menjadi
lebih mudah.
Hal-hal yang
menimbulkan tekanan hidup pernikahan tidak selalu sama antara pasangan yang
satu dengan yang lain, tergantung kepada keunikan pasangan itu dan masyarakat
dimana mereka hidup. Dalam suatu penyelidikan terhadap beberapa ratus pasangan
yang sudah menikah ternyata, bahwa penyesuaian dalam hubungan seksual,
pengaturan keuangan, kebutuhan sosial dan rekreasi, persoalan dengan mertua dan
ipar-ipar, perbedaan dalam kepercayaan, konflik dalam memilih sahabat merupakan
hal-hal utama dalam penyesuaian pernikahan. Tentu saja daftar ini dapat menjadi
lebih panjang untuk mereka yang mempunyai latar belakang yang berbeda.
Tentulah akan
sangat menolong, apabila konselor Kristen dapat memikirkan terlebih dahulu
"apa yang menjadi sebab-sebab utama tekanan-tekanan hidup pernikahan dalam
masyarakat kita". Tanyakan pada pemimpin-pemimpin gereja dan mintalah pendapat
mereka. Kemudian, rencanakan untuk mengetengahkan persoalan ini kepada calon
pasangan atau mempelai sebelum mereka menikah. Bila seseorang diperingatkan
dengan lemah lembut sebelum persoalan itu sendiri muncul, dan bila konselor
dapat memberikan bimbingan yang realistis mengenai cara-cara menanggulanginya,
tentu saja penyesuaian dalam pernikahan akan menjadi lebih mudah.
Kebanyakan
masyarakat di abad modern ini membuat rencana untuk berbulan madu setelah
menikah. Hal ini memang penting tetapi seringkali juga merupakan persoalan
tersendiri. Bulan madu sebenarnya masih merupakan masa transisi dari kehidupan
bujang ke kehidupan bersama. Memang ini merupakan kesempatan bagi pasangan yang
baru menikah untuk menyendiri dan memulai menyesuaikan diri dengan status
mereka yang baru, baik secara fisik maupun psikis.
Walaupun
seringkali masa bulan madu sudah dipersiapkan dengan baik dan sangat
dinantikan, namun biasanya diselingi dengan kekakuan- kekakuan, dan banyak
hambatan lain yang membutuhkan waktu untuk mengatasinya, misalnya dalam
hubungan seksual dimana masing-masing merasa canggung, malu, dan bisa menjadi
sumber frustasi.
Konselor harus
selalu ingat untuk tetap memegang kebenaran firman Tuhan mengenai kehidupan
seksual yang suci sebelum pernikahan. Walaupun hubungan seksual sebelum
pernikahan sudah menjadi biasa, tetapi bagi pasangan Kristen tetap harus dijaga
sampai memasuki kehidupan pernikahan yang sesungguhnya. Memang pengalaman
seksual sebelum pernikahan dapat mengurangi kecanggungan dalam hubungan seksual
waktu berbulan madu, tetapi perasaan bersalah, dan dorongan untuk menunjukkan
"kemampuan seksual di atas tempat tidur" dapat menimbulkan
ketegangan-ketegangan yang terus-menerus dan kegelisahan yang mendalam selama
bulan madu. Pada masa kini, semakin jarang ada pasangan-pasangan yang sama
sekali bebas dari ketakutan dan kegelisahan dalam malam pernikahan mereka.
Jadi, sangat
penting untuk diingat, bahwa hal-hal yang dihadapi oleh kedua belah pihak untuk
bulan madu mereka harus disinggung pada percakapan sebelum pernikahan.
Seringkali diskusi semacam ini terjadi dalam percakapan lingkungan keluarga,
tetapi tidak selalu. Bila Anda sebagai pemimpin gereja merasa sungkan untuk
membicarakan hal-hal semacam ini, atau apabila peraturan gereja melarang
pendeta untuk membimbing dalam hal ini, ada baiknya untuk minta anggota jemaat
atau pasangan yang lain yang dapat menjelaskan mengenai seks dan bulan madu
dengan baik. Seringkali dapat juga meminta nasihat dari dokter untuk
menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan persetubuhan pada waktu pemeriksaan
fisik sebelum menikah.
Tentu kita tidak
boleh melebih-lebihkan fakta, seolah-olah semua persoalan sebelum dan sesudah
menikah pasti dapat diatasi jikalau pasangan belajar berkomunikasi. Dibutuhkan
usaha dan ketekunan bagi kedua belah pihak, suami atau istri untuk dapat saling
mendengarkan dengan baik, mengerti dan mengutarakan isi hatinya dengan jujur
dan penuh kasih belajar untuk saling menghargai. Tentunya jika hal ini
dilakukan, hubungan dalam pernikahan akan menjadi lancar dan usahanya tidak
sia-sia. Mengutarakan secara jujur tentang sikap hidup, perasaan, dan
pergumulan-pergumulan pribadi, adalah sama pentingnya dengan mengutarakan cinta
dan pengharapan. Tetapi tentu saja pengaturan semacam itu tidak dimulai pada masa
bulan madu, oleh karena seharusnya telah dimulai jauh-jauh hari sebelum
pernikahan, dimana seorang premarital konselor mendorong dan membimbing ke arah
pengembangan kemampuan berkomunikasi.
2.
Bimbingan untuk mengenal diri sendiri.
Dalam pernikahan,
kemampuan untuk dapat melihat dengan jujur keadaan diri kita sendiri adalah
modal yang paling utama. Tuhan Yesus dengan jelas memperingatkan
murid-murid-Nya, supaya mereka dapat melihat balok di mata mereka sendiri
sebelum mengambil selumbar di mata orang lain (Matius 7:3-5).
Namun sayang,
banyak di antara kita yang justru menghindarkan diri dari pengenalan terhadap
diri sendiri. Memang tidak ada orang yang senang melihat kesalahannya sendiri,
lebih mudahlah baginya untuk mendapatkan kesalahan dalam diri orang lain. Tidak
heran bila terjadi perbedaan pendapat baik pada masa pertunangan maupun masa-
masa setelah menikah, kita cenderung melupakan persoalan yang ada dan
menganggap diri sendiri benar dengan menyalahkan orang lain, tanpa menyadari,
bahwa sumber dari segala persoalan itu mungkin adalah dari dirinya sendiri.
Jadi, sangatlah
penting pada masa-masa pertunangan untuk melakukan usaha pengenalan diri
sendiri. Memang tidak semua kebudayaan mengijinkan hal-hal ini dibicarakan
sebelum pernikahan, tetapi sesungguhnya akan sangat menolong apabila
masing-masing pasangan menyadari akan kelemahan dan kelebihannya sendiri dan
secara terbuka mengutamakan prinsip-prinsip dan pengharapan-pengharapannya
sambil melihat reaksi atau tanggapan dari pasangannya. Penilaian terhadap diri
sendiri yang seperti ini dapat menolong pasangan yang akan menikah untuk
berkomunikasi dengan lebih efektif, bahkan dapat menolong suami/istri bila
problema-problema seperti ini muncul di masa-masa mendatang.
3.
Pertimbangan padangan Alkitab mengenai pernikahan.
Setelah Tuhan
menciptakan dunia dengan isinya, Ia melihat bahwa "tidak baik manusia itu
seorang diri saja" dan Ia memulai lembaga pernikahan sambil menyatakan,
bahwa seorang laki-laki harus "bersatu dengan istrinya dan menjadi satu
daging" (Kejadian 2:18, 24).
Beberapa bagian
dari Alkitab dapat menolong kita mempelajari konsep- konsep pernikahan yang
dikehendaki Allah. Bila pasangan Kristen sudah memutuskan untuk memulai hidup
sebagai suami/istri, mereka seharusnya mengerti apakah tujuan pernikahan yang
dikehendaki Allah dan rencana Allah atas diri mereka berdua.
Dengan
pertolongan konselor Kristen, setiap pasangan dapat membicarakan dengan teliti
tentang rencana surgawi atas pernikahan Kristen, terutama yang tercantum dalam
Efesus 5:21-6:4, Kolose 2:16-21, 1Korintus 7, dan 1Petrus 3:1-7. Harus
diperhatikan, bahwa hubungan suami istri diibaratkan dengan hubungan antara
Kristus dengan gereja-Nya. Pengertian mengenai hal inilah yang akan memudahkan
banyak orang Kristen untuk dapat menerima dan bersyukur atas perintah Tuhan
untuk tunduk kepada suami. Dalam banyak negara dewasa ini, pandangan Kristen
seperti ini tidak populer atau bahkan tidak dikenal dan banyak gereja yang
menghapuskan kata "taat" dalam peneguhan pernikahannya. Seorang suami
sebagai kepala keluarga tidaklah terpanggil untuk semau-maunya menindas
istrinya, karena justru ajaran Alkitab untuk kepala berarti pengorbanan seperti
yang dijelaskan dalam Efesus 5. Hasilnya, istri akan dengan patuh dan sukacita
menundukkan diri kepada suami yang memperhatikan dan mengasihi serta memikirkan
kebahagiaannya.
4.
Merencanakan pernikahan.
Setiap kebudayaan
mempunyai adat istiadat dan peraturan tersendiri untuk upacara pernikahan.
Kadang-kadang konselor Kristen diminta untuk memberikan bimbingan dalam hal
ini, tetapi kebanyakan diserahkan kepada pihak keluarga.
Konselor Kristen
dapat membantu mempelai untuk mengerti apa artinya upacara pernikahan. Bagi
banyak pasangan upacara pernikahan tidak dibicarakan sampai hari-hari terakhir,
sehingga biasanya mereka sudah terlalu lelah dan tegang untuk dapat mengingat
dan mengerti semua yang telah dikatakan. Karena itu, sangatlah menolong bila
hal ini dibicarakan jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga pasangan itu mempunyai
waktu untuk mengerti aspek-aspek spiritual dari upacara pernikahan tersebut dan
juga menyadari pentingnya saksi-saksi atas janji yang mereka buat untuk
dipersatukan di dalam Tuhan.
5.
Kepribadian dan kedewasaan pasangan
Hubungan
perkawinan, justru dalam zaman ini, merupakan hubungan pribadi antara dua oknum
yang hidup bersama. Dalam suasana agraris/tradisional, perkawinan mmerpakan
suatu ‘kontrak’ antara dua keluarga, di mana kedua keluarga itu mencuri
untungnya sendiri. Akan tetapi dalam masa sekarang hubungan pribadi antara
kedua oknum itu dipentingkan.
Seorang
boleh dianggap cukup dewasa untuk kawin, kalau ia mampu dan rela meninggalkan
ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya atau suaminya. (Kej 2:24). Secara
principal Alkitab mengatakan, bahwa solidaritas pertama haruslah kepada suami
atau istri, dan bahwa hubungan dengan orangtua menjadi nomor dua. Seorang yang
sudah menikah tidfak bisa lagi bersandar sepenuhnya kepada orangtua. Harus
berdiri sendiri. Tidak mempertahankan peranan sebagai anak dimana selalu ikut
saja dengan kata orangtua.
Dalam
keluarga diperlukan kedewasaan untuk menjalin kebahagiaan. Pasangan suami istri
sudah bisa menngambil keputusan untuk keluarganya sendiri dan memikirkan hasil
maupun resiko yang akan ditanggungnya.
2.2.2 METODE
Berdasarkan hasil penelitian,
metode yang umum dipakai saat
katekese persiapan perkawinan di Paroki St. Yosep Passo adalah metode ceramah. Disamping
ceramah ada juga metode dialog, diskusi, tanya jawab dan
sharing pengalaman.
Metode ceramah dibuat hampir di setiap materi secara khusus diawal
pembahasan. Bila pasangan calon nikah ingin memperdalam materi tersebut,maka
mereka boleh mengajukan pertanyaan. Pada saat itu terbuka diskusi. Kalautidak
ada pertanyaan, maka serng ditambahkan sharing pengalaman terkait dengan pokok pembahasan yang dibahas pada saat
itu. Dengan demikian, ada tiga metode yang selalu dibuat pada saat pembinaan, yakni ceramah,
diskusi dansharing pengalaman.Tiga metode ini yang dipakai saat proses
pembinaan berlangsung.Alasannya karena berdasarkan pengalaman selama ini,
kebanyakan calon pasangan suami-istri yang ingin menikah sudah terbiasa
dengan tiga metode ini.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Katekisasi
adalah aktualisasi dari Firman. Firman ditambahkan pada unsur, dan dengan
demikian menghasilkan sakramen ataupun katekisasi, seloah-olah katekisasi dan
sakramen itu sendiri merupakan firman yang kelihatan. Jadi firman dan unsur
memang termasuk pada setiap sakramen dalam katekisasi.
Katekisasi adalah usaha dan upaya yang
dilakukan gereja untuk menyampaikan pendidikan iman Kristen bagi anggota gereja
ataupun jemaat. Penyampaian setiap teori katekisasi terstruktur dengan baik
mulai dari awal hingga akhir. Proses katekisasi sebenarnya berlangsung seumur
hidup.
Katekisasi harus diberikan kepada
semua calon nikah agar memiliki persiapan yang matang sebelum menjalanai
realitas pernikahan. Dalam katekisasi pernikahan tertulis banyak masalah yang
timbul dan cara mengatasinya dengan baik. Katekisasi ini dilakukan dengan
metode ceramah, diskusi dan tanya jawab untuk empermudah katekumen.
KEPUSTAKAAN
Dale Mathis, MA & Susan Mathis, Menuju Pernikahan yang sehat dan solid (andi)
Norman Geisler, Etika Kristen (SAAT)
Collins, Garry R. 1998. Konseling
Kristen yang Efektif. Malang : Seminari Alkitab Asia Tenggara
Storm, Mr. Bons Storm. 2019. Apakah Penggembalaan Itu. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Rahaso, Alf. Catur. 2006.
Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja. Malang : Dioma
PERSIAPAN NIKAH
DAN KONSELING KRISTEN. Sabda. Org
https://www.academia.edu/38023503/PELAKSANAAN_KATEKESE_PERSIAPAN_PERKAWINAN
KONSELING KRISTEN. Sabda.
Org
https://www.academia.edu/38023503/PELAKSANAAN_KATEKESE_PERSIAPAN_PERKAWINAN
Terimakasih postingannyaa✨
BalasHapusGod Bless